Langsung ke konten utama

Umroh Dengan Bayi


Saya percaya bahwa perjalanan ke Baitullah adalah panggilan khusus dari Allah kepada siapa yang telah Ia pilih. Tidak akan salah dan tidak akan tertukar. Begitu pula pada saat suami saya mendapat panggilan ke Baitullah yang bertepatan dengan hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-8, akan mengajak serta saya berangkat bersamanya sebagai hadiah anniversary dan sekaligus hadiah milad ke-30 saya :D dalam kondisi kami memiliki 4 anak yang usianya masih kecil. 

Keberangkatan yang hanya berjarak sekitar 6 pekan saja dari awal rencana membuat saya harus memutar otak bagaimana caranya saya dan suami bisa berangkat umroh dalam kondisi demikian. Anak adalah amanah kami dari Allah dan dalam perjalanan kami memelihara mereka Allah memanggil kami ke Baitullah. Sebenarnya ini bukan kondisi yang pertama kali kami alami. Tujuh tahun lalu pun kami berangkat umroh dalam kondisi meninggakan anak pertama yang masih berusia 6 bulan, jauh lebih kecil usianya saat itu daripada usia anak-anak kami saat ini. Namun ada kesalahan-kesalahan yang tidak ingin saya ulangi dan saya ingin mempertimbangkannya baik-baik.

Setelah mempertimbangkan, maka kami putuskan akan membawa serta bayi kami, Thaha Muhammad Kauthar (Toha) yang saatnya berangkat nanti akan berusia 21 bulan. Ketiga kakaknya tinggal di rumah di bawah pengasuhan Enin. Saya kembali memutar otak bagaimana agar semuanya aman terkendali baik kami yang membawa serta Toha berpergian jauh maupun anak-anak yang tinggal di rumah tanpa kami selama kami umroh.

Dengan berbekal mencari info dari berbagai sumber maka dilakukanlah segala macam persiapan. Untuk anak yang ditinggal di tanah air kami persiapkan segala kebutuhan mereka selama kami tinggal. Juga kami berencana akan sering menghubugi mereka agar mereka merasa kami tetap ada di rumah. Sementara untuk anak yang akan ikut kami pun tak kalah mempersiapkan semua kebutuhannya.

Tiba saatnya ummi, abu, dan Toha berangkat umroh. Kami membawa segala macam perlengkapan Toha termasuk pakaian, makanan, mainan, Stroller, Ergo, Baby Sling. Saat berangkat 2 Koper besar masuk bagasi sementara 2 tas selempang, 1 koper kabin, baby sling,dan stroller berencana masuk kabin. Baby sling yang multiguna digunakan untuk menggendong, alas tidur, atau selimut. Sementara stroller alhamdulillah sangat berguna selama proses check in di Bandara Soekarno Hatta yang memakan waktu sekitar 3-4 jam.


Ketika check in di konter Etihad, petugas menjelaskan karena stroller kami berukuran besar maka harus masuk ke dalam bagasi namun masih bisa digunakan sampai Boarding Room. Di konter check in ini, stroller kami dilabeli oleh petugas. Ketika sudah sampai Boarding Room, petugas membawa stroller kami untuk kemudian dikemas plastik khusus sebelum masuk bagasi. Stroller tersebut bisa kami ambil di Airport tujuan akhir kami yaitu King Abdul Aziz Airport, Jeddah.



Terbanglah kami meninggalkan tanah air menembus langit yang mulai gelap. Karena kami membawa infant, maka kami diberi tempat duduk paling depan sehingga lebih leluasa. Qadarullah di perjalanan Toha mulai demam dan rewel sepanjang jalan. Sesekali kami beri hiburan games pada Ipad namun tak bertahan lama.

ABU DHABI


Ketika transit di Abu Dhabi Airport, tersedia banyak stroller yang bisa kami gunakan selama transit di sana


Alhamdulillah demam Toha lumayan reda dan mau duduk manis di atas stroller berwarna orange tersebut sambil menikmati kemegahan airport.

MAKKAH AL-MUKARRAMAH


Sampailah kami di masjidil haram, badan Toha mulai demam lagi. Kali ini, saya memakai ergo untuk menggendongnya. Sepanjang rukun umroh dilaksanakan, Toha berada dalam dekapan saya. Sesekali diselingi dekapan abu nya saat saya benar-benar merasa kepayahan menggendongnya. Berjalan dari hotel ke masjid-thawaf-shalat-sai semua kami jalani tanpa sedetikpun melepaskannya dari dekapan kami. Itu juga menjadi pengalaman pertama saya melakukan gerakan shalat sambil menggendong bayi. Di tanah air, anak-anak saya biasanya tidak ada yang bau gendongan, semuanya bebas berekspresi di lantai saat saya shalat, namun kali ini saya mengkhususkan karena Thaha sedang sakit dan sedang berada dalam perjalanan yang jauh dalam situasi asing baginya, maka apabila saya melepaskannya dari gendongan, saya tau dia pasti akan menangis.


Memasuki hari ketiga Toha masih demam, kami berikan paracetamol meski pengaruhnya hanya sebentar. Akhirnya saya putuskan untuk datang ke apotik sebelah hotel kami menginap. Berbincang sebentar dengan sang apoteker tentang gejala sakit yang Toha alami, kemudian apoteker menyarankan untuk memberikan atibiotik. Biasanya kami jarang sekali menyerah pada antibiotik, apalagi kami tau penyebab utamanya adalah virus flu yang kemudian terdapat batuk-batuk dan lendir yang mulai berwarna yang mengindikasikan bakteri. Kalo di tanah air, biasanya tak pernah kami melirik antibiotik untuk kasus sederhana seperti ini. Namun mengingat waktu kami di sini sangat singkat dan kami ingin mengoptimalkan ibadah, dalam kondisi Toha demam dan rewel namun harus mengikuti ritme ibadah kami yang mungkin terlalu berat bagi seorang bayi yang sedang demam, saya pun luluh. Dan benar saja, setelah 2x minum antibiotik panasnya berangsur turun dan tak naik-naik lagi. 




Toha kembali ceria. Namun ada yang yang tak berubah, setiap kali ke masjid dia tidak mau turun dari dekapan saya. Dia menangis kencang setiap kali shalat dimulai, dan akhirnya saya terpaksa melakukan gerakan shalat sambil menggendongnya. Masalahnya tidak setiap waktu shalat kami mendapat tempat yang tenang dan lega. Seringkali kami mendapat tempat shalat yang berdesakan sementara untuk melakukan gerakan shalat dengan menggendongnya diperlukan tempat yang lebih luas. Kalau tidak Toha akan menjerit karena terjepit atau tendangan kakinya akan mengenai badan orang sebelah sementara orang yang sebelah saya tidak tau sifatnya seperti apa, takutnya marah besar gt karena terkena tendangan Toha saat saya rukuk atau sujud. 




Hari kembali berselang dan Toha masih seperti itu. Saya merenung. Sepertinya psikologi Toha terganggu. Saya melihat ke sekeliling dan meresapinya. Lalu menyimpulkan sepertinya Toha takut terhadap lingkungan sekitar. Postur tubuh orang-orang sana yang berbeda dari yang biasa dia lihat di tanah air, juga pakaian hitam-hitam dari ujung kepala sampai kaki juga mungkin membuatnya tidak nyaman. Ah, benar sepertinya karena itu. Ditambah dia kehilangan sahabat-sahabat lucu separuh jiwanya, kakak-kakaknya yang biasa ada di sekelilingnya. Cup cup. Kasihan amat Nak. InsyaAllah kita aman karena sedang bertamu ke Rumah Allah, tak perlu takut. 




Dan Toha pun hanya mau turun dari dekapan saya di saat-saat tertentu saja. Di hotel, di tempat burung-burung merpati berkumpul, di resto, dan sesekali di masjid tapi itupun saat tertarik memainkan keran air zam-zam. Sisanya harus saya dekap. Mau sama dekapan ummi saja, bahkan tak mau diselang dekapan abu! Setiap shalat Toha ada di dekapan Ummi. 




Ummi capek? Ummi pegel? Ummi kesel? Tentu sajah! Toha 12 kg lho :D Bahkan pernah mencapai titik terlelah, namun saya tidak mau menyerah untuk berdiam diri di hotel. Saya mau terus ke masjid! Bismillah, semoga lelah menggendong Toha tanpa jeda ini menjadi pemberat amalan saya di hari perhitungan nanti ya.




Pernah suatu kali kaki saya sampai bengkak dan sakit karena kaki harus menopang beban berat selama berjalan kesana kemari sambil mendekap Toha. Saya pun harus shalat menggunakan kursi persis seperti ummahat-ummahat Arab, tetap sambil menggendong Toha tentunya. Dan foto itu diambil suami diam-diam saat qiyamu lail di rooftop masjidil haram. Tempat yang kami pilih saat ingin menenangkan diri karena di sana tidak begitu banyak orang.


Lalu bagaimana nasib stroller yang sudah dibawa jauh-jauh dari tanah air? Stroller teronggok saja di kamar hotel. Selain karena Toha inginnya digendong terus, rasanya agak repot juga karena nanti kami harus menaruh stroller di luar masjid. Meskipun begitu stroller sudah sangat berjasa selama proses check in di Bandara Soekarno-Hatta.


Ketika perjalanan pulang ke tanah air nantinya, kami melalui Prince Mohammed bin Abdul Aziz Airport. Di sana, stroller harus melalui wrapping dari Airport dan dikenakan biaya 20 riyal atau 100 ribu apabila menggunakan rupiah.


Salah satu ritual ibadah yang sulit dilakukan sambil menggendong bayi adalah Thawaf. Hampir setiap waktu thawaf berada dalam kondisi berdesakan. Apalagi sekitar area hajar aswad. Kami biasanya thawaf mandiri bertiga saja, tidak bersama rombongan. Saya berbanjar dengan suami dengan posisi Toha didekapan saya. Tangan saya memborder kanan kiri, berpegang erat pada dua buah tali tas di punggung suami. Apabila mulai ada arus yang mendesak cukup kencang kami setengah berteriak "baby..baby...". Orang-orang pun biasanya akan berhenti mendesak kami. 


Dan hal yang paling menantang di masjidil haram adalah ketika harus berdesak-desakan untuk shalat di Hijr Ismail. Hijr Ismail adalah salah satu tempat dikabulkannya doa kita. Orang-orang berebut untuk masuk ke sana. Tidak sambil gendong bayi pun ini adalah hal yang sulit. Terseret-seret arus yang begitu berdesakan di tempat yang sempit. Beruntung suami saya bersikeras membawa saya dan Toha ke sana. Shalat di tempat yang tak layak untuk gerakan rukuk dan sujud. Suami saya menjaga tempat sujud saya yang beberapa kali hendak diinjak. Kondisi saya tetap menggendong Toha. Pengalaman yang luar biasa. 


Untuk mencium hajar aswad, perempuan tidak direkomendasikan. Apalagi yang membawa bayi seperti saya. Saya cukup menunggu di depan kabah saja saat suami saya mencium hajar aswad sambil mendoakannya.


MADINAH AL-MUNAWARAH




Saat di Madinah, hotel kami tepat depan Masjid Nabawi, Gate 5 yang langsung menuju masjid bagian depan, tempat di mana Raudhoh berada. Namun, di Masjid Nabawi itu, masjid laki-laki dan perempuan terpisah. Masjid perempuan terletak di bagian belakang. Hotel berada tepat di depan Raudhoh yang merupakan tempat laki-laki. Perjuangan saya untuk berjalan ke tempat shalat perempuan sambil mendekap Toha cukup jauh jadinya. Bismillah, kuat!


Hal yang paling luar biasa di sini adalah Raudhoh. Laki-laki bisa setiap saat berada di Raudhoh sementara perempuan hanya bada shubuh, bada dzuhur, dan bada isya. Karena terbatasnya waktu, antrian jamaah perempuan yang hendak ke raudhoh sangat membludak. 


Kali ini saya tidak bisa pergi bersama suami. Maka saya akan pergi dengan teman-teman satu grup. Beruntung kami punya pembimbing perempuan yang bersedia menemani kami kemana saja. Foto di bawah adalah foto saya bersama teman-teman satu grup. Dan ternyata perjuangan shalat di raudhoh lebih besar daripada perjuangan shalat di Hijr Ismail. Saya membutuhkan waktu 4 jam dalam kondisi begitu Crowded. Beruntung punya teman-teman perjalanan yang baik. Juga pembimbing yang benar-benar menemani kami ke sana kemari.




Pertama mencoba masuk ke Raudhoh,baru sedikit saja saya menginjakkan kaki di karpet Raudhoh langsung terseret arus keluar. Keadaan tidak terkendali, kami terombang ambing arus yang begitu padat, dan di depan kami ada 2 orang yang terjatuh dan terinjak, astaghfirullah. Akhirnya dengan susah payah dan diborder orang-orang saya yang menggendong Toha berhasil keluar dari arus yang mengerikan.


Kemudian kami menunggu cukup lama dengan tilawah dan tahajjud di depan raudhoh. Biasanya pukul 23 akses pintu akhwat ditutup. Namun ini nyaris pukul 02 pagi jamaah perempuan yang mau ke raudhoh masih berdatangan. Akhirnya kami didesak oleh askar untuk segera bergerak menuju raudhoh. Masya Allah. Dan kami pun berhasil shalat di raudhoh sambil berdesakan secara bergiliran. Karena saya mengendong bayi, saya kebagian shalat terakhir setelah pembimbing membantu mencarikan tempat sujud yang lebih layak saking berdesakannya. 


Ya Allah..  rasanya tangis saya pecah saat shalat di taman syurga tersebut. Selesai shalat, askar yang tadinya meneriakin kami saat shalat mempersilakan saya duduk di kursi untuk berdoa, pasti itu karena melihat saya menggendong bayi. Alhamdulillah, saya manfaatkan untuk berdoa kepada Allah sampai puas. Tangis saya semakin pecah merasakan nikmatnya shalat dan berdoa di sana. Ya Allah... terimakasih telah mengundang kami bertiga ke sini :)


Nah, itu sedikit cerita mengenai umroh bersama bayi. Intinya persiapannya harus matang. Tenanga harus kuat. Lalu ikhlas dan sabar menjalani setiap prosesnya. Sesungguhnya kemudahan saat umroh membawa bayi jauh lebih banyak daripada kesulitannya. Seringkali Toha dicium oleh wanita Arab atau Turki yang cantik-cantik itu. Sering juga diberi permen atau hanya sekedar dicubit pipinya :) 


Semoga apa yang saya sampaikan ini bermanfaat untuk anda yang akan umroh membawa bayi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Belanja Oleh-oleh Umroh

Saat akan menentukan budget oleh-oleh dan item apa saja yang akan dibeli, saya kebingungan karena minim sekali blog yang menginfokan hal ini. Oleh karena itu, pada tulisan ini akan saya paparkan mengenai beberapa item oleh-oleh yang saya beli di sana. Sayang sekali tidak semua barang berhasil saya dokumentasikan. Walaupun begitu, semoga tulisan saya ini bermanfaat. Nah, ini diantaranya item yang ditemui di Bin Dawood, Makkah. Bin Dawood terletak di kawasan Zamzam Tower lantai dasar. Foto paling atas adalah aneka bumbu, kebanyakan bumbu nasi khas Arab. Ini macamnya banyak sekali. Saya pun membeli belasan buah karena menganggap ini adalah item yang tidak bisa dibeli di tanah air. Foto kedua adalah bumbu kebuli premium seharga 14 riyal dan keju la vache seharga 7,5 riyal. Dan foto ketiga adalah cokelat kerikil kemasan 225gr seharga 16 riyal. Nah, itu struk pembayaran belanja di Bin Dawood, Makkah. Nah, kalau foto yang diatas itu adalah item yang

Melihat foto-foto...

Foto-foto waktu jaman muda@ Kampus... Menatap Langit di atas kampus ITB Turun ke Jalan Pake Jaket Bolang Jadi Ibu Guru Rapat Naik Gunung Napak Tilas Jalan-Jalan ke UI Ketemu Tokoh Briefing..briefing.. Darma Wanita Wira Kreasi Berkarya Nge-Lap

Masuk Magister Kenotariatan UNPAD

Lama tidak menulis. Ada yang kangen dengan tulisan saya kah?? qiqiqi Satu tahun terakhir ini saya menghabiskan waktu untuk melanjutkan sekolah. Mau tau ceritanya? Let's read! Ini adalah laman yang sejak bulan Maret 2018 selalu saya intip. Di laman tersebut saya melakukan registrasi pendaftaran SMUP UNPAD, TPA,TOEFL, pengumuman kelulusan, sampai nantinya pengumuman mengenai daftar ulang dan pelunasan pembayaran SPP semester pertama. Hari-hari saya pun dihabiskan untuk memenuhi persayaratan pendaftaran yang begitu kompleks yang bikin meringis untuk melengkapinya. Foto di atas itu hanya salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi. Bolak balik ngurusin TPA dan TOEFL, SKCK, Legalisir Ijazah dan Transkip, Surat Keterangan Sehat dari UPT Kesehatan UNPAD, ikut bimbingan belajar, masukin syarat-syarat, bikin Proposal Tesis, serangkaian tes yang bikin nangis, sampai akhirnya melengkapi syarat daftrar ulang. Saat ujian tertulis, saya sudah putus asa. Di situ saya