Selang oksigen yang melilit di hidung dan jarum infus yang tertanam di pergelangan tangan tidak menyurutkan gelombang cinta saya kepada janin yang berada di dalam rahim. Janin shalih ini sedang terancam jiwanya, detak jantungnya tidak normal dan dia sama sekali tidak bergerak.
Sedikit dalam saya berfikir tentang segala kemungkinan buruk yang mungkin saja terjadi, saya takut kehilangan Ya Allah... saya membulatkan tekad dan akan segera meminta untuk segera dilaksanakan opersi sesar.
Satu orang bidan dan satu orang perawat masuk ke ruangan dan menyampaikan keputusan dr. Delle untuk segera memasang induksi balon. Sungguh saya ragu, karena saya hampir saja putus asa mengingat kondisi ‘gawat janin’ tidak kunjung memperlihatkan kemajuan sedikit pun sejak saya dirawat di sini.
“Bu, tingkat keberhasilan induksi ini berapa persen? Saya khawatir tidak ada kemajuan yang berarti…” ucap saya.
“InsyaAllah bu, ini keputusan dari dr. Delle mengingat mulut rahim ibu saat ini kondisinya sudah sangat tipis, insyaAllah pembukaan bisa bertambah” ucap bidan.
Saya pasrah kepada Allah dan satu jam kemudian balon terlepas keluar. Bidan datang untuk memeriksa.
“Alhamdulillah bu, cepat sekali balonnya lepas dan sekarang sudah pembukaan 5-6“ ucap bidan.
“Hah, sungguh Bu? Alhamdulillah” sedikit optimis kembali kudapatkan.
“Kalau begitu sekarang bersiap untuk induksi infus ya, Bu. Ibu segera pindah saja ke ruang bersalin sekarang, sepertinya prosesnya akan sangat cepat” ucap bidan kembali.
Kembali saya merenung. Banyak kasus teman melahirkan dengan induksi memakan waktu yang tidak sedikit. Bahkan tidak bertambah pembukaan sama sekali sampai akhirnya harus operasi sesar. Saya pun tidak berharap terlalu banyak. Saya semakin pasrah. Hanya berharap Allah selalu melindungi janin ini.
Allah menjawab semuanya dengan waktu hanya dua jam. Bukaan telah lengkap. Dokter meminta saya untuk berkemih terlebih dahulu. Sungguh saya lupa bagaimana caranya berkemih sampai akhirnya saya rela kateter menusuk tubuh saya. Setelah kantung kemih kosong dokter mempersilakan saya mengejan.
Satu kali mengejan… Dua kali mengejan… Tiga kali mengejan… Tidak berpengaruh apa-apa. Aneh sekali. Padahal saya sudah kerahkan tenaga yang paling besar yang saya punya. Saat itu pun saya tidak dalam keadaan lemas. Saya sangat bertenaga dan saya mengejan pada saat rahim berkontraksi dan janin mendorong keluar. Tapi kenapa janin tidak keluar juga.
Kali keempat saya mengejan. Degan rahim yang berkontraksi dan bayi yang mendorong keluar. Dengan teriakan takbir. “Allahuakbar !!” Akhirnya kepala janin keluar. Namun, kenapa badannya tidak ikut keluar dan sama sekali tidak ada suara tangisan.
Dokter mempersilakan untuk mengejan sekali lagi. “Allahuakbar!!”
Seluruh tubuh bayi akhirnya keluar tanpa menangis. Panjangnya 49 cm. Beratnya 3,6 kg. Ya Allah pantas saja ketika kepalanya keluar, badannya tidak ikut keluar. Rupanya bayinya gemuk, tidak selangsing kakaknya ketika lahir.
Dokter meperlihatkan potongan ari-ari yang melilit leher bayi. Dua kali lilitan yang kencang di leher dan air ketuban yang hijau. Wajah dan tubuhnya sudah berada dalam kondisi biru. Innalillahi. Ternyata dia benar-benar sedang terancam jiwanya. Ancaman yang tak henti-hentinya dari mulai dia hadir di rahim sampai ketika waktunya dia hadir ke dunia.
Allah saya bersujud akan kebesaran Engkau….
Allah saya bersujud akan kebesaran Engkau….
--Mengenang peristiwa kelahiran putri kedua kami, Ermaryam Qawlansadiidan--
Komentar
Posting Komentar